Mobil

Indonesia Harus Hati-Hati dengan Arah Kendaraan Hybrid?

Fokus sejumlah perusahaan otomotif yang lebih tertuju kepada berbagai kendaraan hybrid menimbulkan kekhawatiran. (Foto: Freepik)  
Fokus sejumlah perusahaan otomotif yang lebih tertuju kepada berbagai kendaraan hybrid menimbulkan kekhawatiran. (Foto: Freepik)

JAKARTA -- Fokus sejumlah perusahaan otomotif yang lebih tertuju kepada berbagai kendaraan hybrid menimbulkan kekhawatiran. Dijelaskan, fokus ini dapat menuntun ke arah yang berbeda bila tidak ditangani dengan baik. Hal ini terlihat dari laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengenai kendaraan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Tanah Air.

Putra Adhiguna, analis energi sekaligus penulis laporan tersebut menjelaskan, alasan kekhawatiran itu karena kendaraaan hybrid konvensional sudah dipasarkan lebih dari 20 tahun dan pada prinsipnya ditenagai BBM. Sementara keuntungan penggunaan kendaraan plug-in hybrid akan sangat dipengaruhi perilaku penggunanya dalam mengisi-ulang baterai kendaraan.

"Pengalaman di beberapa pasar dunia menunjukkan bahwa keuntungan yang diklaim sering tidak sejalan dengan hasil uji lapangan, hal penting bagi pemerintah dalam mempertimbangkan pemberian dukungan,” kata Putra dalam peluncuran laporan "Electrifying Indonesia's Road Transport" di Jakarta, Senin (6/2/2023).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Lebih lanjut, ada risiko pemain otomotif lebih ekspansif dengan produk ICEV mereka di emerging markets berpotensi meningkat. Hal ini terkait dengan rencana pembatasan internal combustion engine vehicle (ICEV/kendaraan konvensional berbahan bakar minyak) di negara-negara maju.

Putra menjelaskan, penjualan kendaraan konvensional global mencapai puncak pada 2017. Terkait itu, pemain industri otomotif menghadapi dua tantangan sekaligus. Yaitu, penurunan permintaan kendaraan konvensional dan tuntutan menghadapi masa depan berbasis listrik.

Meski rencana peralihan mereka lambat, para petahana industri otomotif juga dapat berpotensi membantu menurunkan ketergantungan sektor transportasi terhadap impor BBM. Untuk mendorong peralihan mereka, pemerintah dapat mempertimbangkan memfasilitasi melalui akses sumber daya dan kebijakan yang sesuai. Ini dengan prasyarat tegas bahwa mereka menyelaraskan tujuan dengan ambisi kendaraan listrik Indonesia.

Dia pun mendorong penerapan standar fuel economy untuk menahan laju permintaan BBM dan menurunkan emisi karbon. Hal tersebut cukup lazim diterapkan. Tak hanya itu, ketidakhadirannya di Indonesia dapat mengindikasikan komitmen kebijakan yang masih ragu-ragu.

Putra menjelaskan, inisiatif-inisiatif saat ini utamanya terfokus pada industri EV baru. Akan tetapi, semuanya tampak mengesampingkan target fuel economy, termasuk dalam dokumen Nationally Determined Contribution. Fuel economy menunjukkan efisiensi penggunaan bahan bakar terhadap jarak tempuh.

"Konsumsi BBM mobil ringan rata-rata di Indonesia sekitar 40 persen lebih boros dibanding India dan hal ini tidak mencerminkan sebuah negara yang khawatir dengan masalah impor minyak. Kebijakan yang mewajibkan target tertentu seperti fuel economy harus segera diterapkan untuk menekan industri otomotif menuju kendaraan yang lebih efisien,” kata Putra dalam peluncuran laporan "Electrifying Indonesia's Road Transport" di Jakarta, Senin (6/2/2023).

Dia mengatakan, para pemangku kepentingan harus meminta industri otomotif untuk menyelaraskan arah bisnis mereka dengan kepentingan nasional. Hal ini untuk kendaraan yang lebih efisien, rendah emisi, dan bergerak menuju ke industri EV masa depan.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kanal yang membahas mengenai produk, tren, fenomena menarik di dunia otomotif, dan cara berkendara yang aman serta nyaman.